Essay
Essay I
Dari seluruh topic yang diberikan saya sangat
tertarik dengan topic stress pada wanita. Mengapa? Karena saya sendiri adalah
seorang wanita dan saya sendiri sadar bahwa sebagai manusia saya termasuk mudah
stress walaupun dengan cepat saya dapat menanganinya.
Berbagai masalah dapat menimbulkan
stress bagi wanita, sehingga saya menspesifikannya menjadi satu topic yaitu:
Stress
Pada Wanita Infertile Yang Sedang Berupaya Untuk Mendapatkan Anak
Bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia, memiliki anak merupakan hal yang sangat
berarti. Maka dari itu infertility
dapat menjadi sumber stress bagi Individu. Namun terlebih lagi pada wanita
karena sebagian besar pemeriksaan dan pengobatan membutuhkan partisipasi
wanita, alasan lainnya adalah karena masyarakat menekankan motherhood sebagai peran utama wanita, sehingga wanita infertile lebih distress akibat tidak berhasil memiliki anak (Freeman, 1985).
Dalam masyarakat yang pronatalia,
wanita yang tidak memiliki anak karena pilihan sendiri atau bukan, seringkali
juga dianggap memiliki masalah psikologis, seksual dan kesehatan mental (Calla,
1985).
Stress tersebut akan bertambah karena pandangan
masyarakat yang menganggap jika pada tahun pertama pernikahan mereka tidak
dikaruniai seorang anak maka pasangan tersebut akan dianggap memiliki masalah
kesuburan.
Stress, walau mereka menghadapi sumber yang sama
tetapi stress yang dialami oleh satu individu berbeda dengan individu lainnya.
Hal ini disebabkan karena adanya penilaian kognitif primer; apakah situasi yang
ada mengancam kesejahteraan dirinya? dan penilaian sekunder; apakah dirinya
mampu menghadapi situasi tersebut? Jadi stress pada wanita atau dalam topic ini
wanita yang mengalami infertile,
berat atau tidaknya kembali pada dirinya sendiri. Jika ia merasa tidak mampu
menghadapi situasi tersebut maka ia akan mengalami stress yang berat tapi jika
ia merasa mampu ia tidak akan mengalaminya.
Stress dapat dialami oleh pria ataupun wanita,
tetapi ada beberapa stress yang hanya dapat dialami wanita, apakah itu? Stress
yang hanya dialami oleh wanita yaitu yang berhubungan dengan fisiologis; menstruasi,
kehamilan dan menopause (witkin, 1991). Ketiga aspek ini merupakan anugerah
bagi wanita karena berhubungan dengan reproduksi tetapi juga merupakan sumber
stress itu sendiri.
Infertility
tidak hanya terkait dengan masalah biologis tetapi juga terkait dengan masalah
lainnya seperti psikologis, interpersonal, sosial budaya. Infertility sering disebut sebagai a complex life crisis, psychologically threathening and emotionally
stressful (Merning, 1975).
Infertility
sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
- Infertility primer, dimana pasangan yang sudah menikah sama sekali tidak pernah hamil sedangkan,
- Infertility sekunder adalah pasangan yang sebelumnya pernah hamil tetapi kesulitan untuk hamil kembali, hal itu dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti; aborsi atau pernah melahirkan bayi yang premature.
Infertility
bisa disebut sebagai pengalaman yang stressful. Mengapa? Karena pasangan yang
memiliki masalah Infertility biasanya
mempresepsikan hal tersebut akan mengancam well
being mereka (Lazarus & Folkman, 1984). Sumber stress Infertility ini adalah internal karena
hal tersebut tergantung pada pandangan masing-masing pasangan mengenai memiliki
anak.
Memiliki anak dan menjadi ibu
dinilai tinggi, karena merupakan simbol status wanita dewasa, dan untuk
memenuhi rencana bagi diri sendiri, serta memenuhi harapan dari orang lain
untuk menjadi ibu (Beckett, 1986). Dengan padangan tersebut, seorang wanita
yang mengalami Infertility dianggap
mengalami kegagalan sebagai ibu maupun wanita. Selain itu, bagi wanita,
mendapat peran sebagai seorang ibu sangatlah penting bagi kehidupan mereka maka
dari itu jika mereka mengalami Infertility
hal tersebut dapat menjadi dampak yang sangat besar bagi kehidupan sekaligus
identitas mereka dibandingkan pria.
Beberapa contoh kasus yang telah
saya baca menjelaskan bahwa stress yang mereka alami adalah karena belum
memiliki anak. Stress ini juga diperparah karena pandangan masyarakat atau
norma masyarakat yang memandang bahwa tugas seorang wanita adalah menjadi ibu,
ibu rumah tangga dan istri. Selain itu norma masyarakat juga memandang bahwa
pasangan yang sudah menikah haruslah memiliki anak, hal itu menambah beban
stress pada wanita yang mengalami Infertility
terutama pada usia 30 tahun ke atas yang menyadari bahwa semakin bertambahnya
usia maka kesuburan mereka akan semakin berkurang. Alasan lainnya adalah
masyarakat memandang bahwa anak merupakan sumber kebahagiaan, tanpa anak maka
kebahagiaan keluarga belumlah lengkap. Dari hal-hal yang disebutkan diatas, hal
tersebut merupakan faktor stress eksternal yang dialami oleh wanita karena jika
mereka tidak mengikuti pandangan norma masyarakat, mereka akan mengalami sangsi
informal seperti dikucilkan oleh masyarakat. Norma sosial atau harapan
masyarakat merupakan tuntutan bersifat eksternal.
Disamping norma, sikap orang-orang
disekelilingnya juga mempengaruhi stress tersebut; ada yang memberikan dukungan
ada juga yang memberikan gunjingan. Hal lainnya yang menambah stress adalah
para wanita yang mengikuti pengobatan dan pemeriksaan; beban fisik, sakit
karena obat serta rasa lelah dan belum tentu setelah mereka menjalani
pengobatan tersebut mereka akan dikaruniai seorang anak.
Essay II
Topik selanjutnya yang akan saya bahas adalah
mengenai Social Support. Social support atau dukungan sosial, dukungan sosial
terkadang dianggap sebagai hal yang wajar tetapi tanpa dukungan sosial hal
tersebut akan terasa luar biasa berat. Mengapa? Karena manusia sebagai mahkluk
sosial akan selalu membutuhkan orang-orang sekitarnya untuk mendukungnya.
Topic
social support pun bermacam-macam dan saya mempersempitnya hingga memilih
sebuah judul yang menarik perhatian saya, yaitu:
Hubungan Antara Dukungan
Sosial Dengan Kesepian Pada Janda Cerai Mati
Sebagai
seorang istri, mereka selalu menyesuaikan diri dengan suaminya, selalu menuruti
suaminya hingga saat mereka kehilangan tokoh panutan mereka tersebut dapat
dibilang mereka seperti kehilangan tokoh panutan mereka terutama jika hal
tersebut terjadi secara mendadak. Seringkali mereka yang kehilangan masih
dibayangi oleh bayang-bayang suami mereka karena mereka selalu berusaha
mengabdikan hidupnya demi suami mereka.
Istri
yang berubah status menjadi seorang Janda memikul banyak masalah dalam hidupnya
tetapi dari semua masalah yang mereka alami, masalah utama yang mereka rasakan
adalah rasa kesepian.
Kesepian
merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan, yang timbul bilamana hubungan
sosial individu terasa kurang berarti (Peplau & Perlman, 1982:4). Kesepian ini
sering kali ditimbulkan karena kehilangan orang terdekat.
Kesepian
yang dialami janda pada dasarnya berasal dari hilangnya figure orang
terdekatnya yaitu suami, yang berfungsi sebagai orang yang dapat memberikan
pengertian, dan rasa aman. Janda merasa dirinya sendiri, tidak tahu harus
kemana untuk melangkah, tidak tahu cara meneruskan cita-cita keluarga dan
merasa dirinya kosong. Disamping itu, janda cenderung mendapatkan penilaian negative
dari masyarakat hingga membuat merka merasa semakin sendiri dan terpisah dari
lingkungan sosialnya. Jika janda tersebut terus berlarut-larut dalam
kesedihannya maka itu akan menghambat produktivitas dan kebahagiaan dirinya
sendiri
Sebagai
mahkluk sosial manusia membutuhkan dukungan dari lingkungan sosialnya. Terbinanya
interaksi individu dengan rekan kerja, keluarga, pasangan hidup atau dengan
sahabatnya akan sangat dibutuhkan untuk mengatasi situasi yang tidak
dikehendakinya, itulah yang disebut dengan dukungan sosial atau social support. Dukungan sosial
merupakan jaringan sosial yang terdiri dari orang-orang yang dapat dipercaya,
hangat dan ramah, serta dapat dijangkau oleh individu, sebagai sarana untuk
membantu mereka yang membutuhkan perhatian, penilaian dan cinta kasih. Hubungan
interpersonal yang terjadi dalam social
support didasari oleh rasa saling membutuhkan.
Dukungan
sosial merupakan suatu konsep yang kompkles, yang mengandung berbagai fungsi. Begitu
kompleksnya batasan dukungan sosial, hingga M.J Stewart (1989) menjelaskan ada
tiga perspektif yang digunakan dalam meneliti fenomena dukungan sosial yaitu;
perspektif struktur, fungsi dan asal-usul dari dukungan sosial.
Fungsi
dukungan sosial antara lain:
a. Bimbingan
(Guidance)
Fungsi
yang memberikan dampak pada individu untuk merasa dibimbing dan dinasehati.
b. Adanya
Pengakuan (Reassurance of worth)
Membuat
individu merasa dihargai dan diakui kemampuannya, yang pada akhirnya dapat
menguatkan pola-pola tingkah lakunya serta menumbuhkjan harapan-harapan untuk
masa depannya (Brammer & Everettm 1982)
c. Integrasi
Sosial (Social Integration)
Membuat
individu merasa menjadi bagian dari kelompok, merasa mempunyai kesamaan,
merasakan adanya kesenangan dan cocok dengan kegiatan kelompoknya (Raven &
Rubin, 1983)
d. Kedekatan
Emosional (Attachment)
Membuat
individu merasa diperhatikan dan dekat secara emosional
e. Kesempatan
Untuk Mengasuh (Oppurtunity for
nurturance)
Menyebabkan
individu merasa dibutuhkan dan merasa dipentingkan oleh orang lain sehingga
dengan demikian hal ini secara tidak langsung akan meningkatkan rasa mampu bagi
individu yang bersangkutan (Raven & Rubin, 1983)
f.
Adanya Jaminan (Reliable
Alliance)
Mmebuat
individu merasa terjamin dengan adanya orang ain yang dapat diandalkan
bantuannya.
Kelley
(dalam Sarlito, 1991) mengatakan bahwa pada dasarnya manusia membutuhkan
informasi-informasi yang diperlukan, yang dapar ia peroleh melalui hubungan
sosialnya dengan orang lain, dala bentuk Dukungan Sosial atau social support.
Beberapa
sumber dukungan sosial yang dapat diperoleh oleh individu yaitu; anak-anak,
orang tua, saudara baik kandung ataupun jauh, teman senasib dan tetangga hal
ini dijabarkan menurut Heinerman (dalam Middlebrook, 1980) sedangkan Goldberger
& Brenitz (1982) menambahkan dua unsure lain yaitu; saudara ipar dan teman
atau pasangan hidup.
Kesepian
merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan bersifat subyektif hingga
sulit untuk digambarkan. Kesepian menurut Weiss dibedakan menjadi dua yaitu
kesepian emosional (Emotional Loneliness)
dan kesepian sosial (Social Loneliness).
Kesepian
emosional terjadi akibat hilangnya hubungan individu dengan individu sebagai
contoh pasangan hidup. Individu yang merasakan kesepian tersebut akan merasa
kehilangan, kosong, sedih dan semacamnya.
Sedangkan
kesepian sosial dapat terjadi karena tidak adanya persahabatan yang berarti
dalam lingkungan sosial individu. Individu yang mengalami kesepian jenis ini
akan merasa dikucilkan dari lingkungannya. Biasanya individu dengan jenis
kesepian seperti ini membutuhkan hubungan atau jaringan sosial baik dari lingkungan
masyarakat ataupun organisasi.
Pada
dasarnya menurut Weiss, dua jenis kesepian ini memiliki kesamaan yaitu
hilangnya hubungan sosial dengan seseorang .
Penelitian
di Amerika menyebutkan bahwa janda dengan usia dewasa muda lebih dapat
menyesuaikan diri dengan situasinya, dan janda tersebut biasanya lebih bisa
membina hubungan baru nantinya dibandingkan dengan janda usia dewasa menengah. Hal
ini disebabkan karena perkembandan individu dewasa menengah adalah untuk
mengabdi sepenuhnya kepada pasangan hidupnya.
SUMBER REFERENSI
- Skripsi milik: Heriningrum, Imelda. Stress pada wanita infertile yang sedang berupaya untuk mendapatkan anak. Fpsi, UI, Depok. Diambil pada tanggal 15 April 2015
- Skripsi milik: Priatina, Shaula. 1993. Hubungan antara dukungan sosial dengan kesepian pada janda cerai mati. Fpsi, UI, Depok.
- Basuki, A.M Heru. 2008. Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma
- Riyanti, B.P Dwi, Prabowo, Hendro.1998. Psikologi Umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.