Terapi Humanisitik dan contoh kasus


Disusun Oleh:
Andi Anisa Soraya Darmawangsa 10513862
3PA11
Depok
2016


BAB I
DASAR TEORI
HUMANISTIK

A. Definisi dan Sejarah Terapi Humanistik
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh akan. Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.
Teori eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial, mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam.
Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan atau teori eksistensial-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang
berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksistensial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.

B. Konsep Dasar Teori Humanistik Menurut Abraham Maslow
Pada awal karirnya, Maslow melakukan observasi terhadap monyet.Ia melakukan pengamatan intensif terhadap perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya didapatkan kesimpulan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan dengan kebutuhan yang lain. Contohnya, jika Anda lapar dan haus, maka Anda akan cenderung untuk mencoba memuaskan dahaga. Anda dapat hidup tanpa makanan selama berminggu-minggu, tetapi tanpa air Anda hanya dapat hidup selama beberapa hari saja, karena kebutuhan akan air lebih kuat daripada kebutuhan akan makan. Tetapi, jika Anda sangat haus, tapi kemudian tersedak dan Anda tidak dapat bernapas, maka kebutuhan untuk bernapas lebih penting dibandingkan dengan kebutuhan akan air untuk minum.
Berdasarkan pengalaman tersebut Maslow membuat ide mengenai hierarki kebutuhan yang sangat terkenal. Menurutnya, terdapat lima lapisan kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan, kebutuhan cinta dan memiliki, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri.
a. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan ini menyangkut kebutuhan akan oksigen, air, protein, garam, gula, kalsium, mineral, dan vitamin, termasuk juga kebutuhan untuk menjaga keseimbangan pH ( menjadi terlalu asam atau basa akan dapat membunuh ) dan temperature ( 98,6 atau dekat dengan itu ) selain itu, terdapat juga kebutuhan untuk aktif, istirahat, tidur, untuk mengeluarkan limbah ( CO2, keringat, urin, dan kotoran ), kebutuhan untuk menghindari rasa sakit dan kebutuhan untuk berhubungan seks. Maslow percaya dengan penelitian yang menyatakan bahwa kebutuhan ini sebenrnya bersifat individual. Misalnya, kekurangan vitamin C akan menyebabkan kelaparan yang sangat sfesifik terhadap vitamin C, seperti jus jeruk.
b. Keselamatan dan Kebutuhan Keamanan
Ketika sebagian besar kebutuhan fiiologis sudah dipenuhi, maka lapisan kedua akan datang. Anda akan menjadi makin tertarik untuk menjadi keadaan aman, stabil, serta terlindungi. Anda mungkin perlu untuk mengembangkan struktur, ketertiban, dan keteraturan. Kebutuhan sekarang bukan lagi lapar dan haus tetapi kebutuhan untuk mendapatkan perlindungan dari ketakutan dan kecemasan. Dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan tersebut di manifestasikan dalam bentuk keinginan untuk memiliki sebuah rumah di lingkungan aman, keamanan di lingkungan kerja, rencana pensiun, asuransi, dan sebaginya.
c. Kebutuhan Memiliki Cinta
Ketika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keamanan sebagian besar sudah terpenuhi, maka lapisan ketiga kebutuhan mulaai muncul. Anda mulai merasa perlu memiliki teman, kekasih, anak-anak, hubungan kasih sayang
secara mendalam dan ikatan sosial. Anda mulai merasa rentan terhadap kesepian dan kegelisahan sosial. Dalam kehiduan sehari-hari, kita menunjukan kebutuhan ini dalam bentuk keinginan untuk menikah, memiliki keluarga, menjadi bagian dari sebuah komunitas, bagian dari keluarga besar, daan anggota suatu klub, termasuk juga bagian dari apa yang kita cari dalam sebuah karir.
d. Kebutuhan Penghargaan
Pada tahap selanjutnya, kita mulai mencari sedikit harga diri. Maslow mencatat dua versi mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan yang lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuaan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan dominasi. Kebutuhan yang “tinggi” adalah kebutuhan akan harga diri, termasuk perasaan, seperti keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian, dan kebebasan. Kebutuhan penghargaan diri dikategorikan tinggi karena bentuknya tidak seperti rasa hormat dari orang lain. Misalnya, apabila menyangkut harga diri, maka akan sulit untuk merasa kalah (perasaan lebih rendah). Versi negatif kebutuhan ini adalah rendah diri dan kompleks inferioritas (inferiority complexs). Dalam hal ini, Maslow mengakui konsep Adler mengenai kompleks inferioritas yang merupakan akar dari sebagian besar masalah-masalah psikologis kita.
Keempat tigkatan yang awal hierarki di atas disebut deficit kebutuhan, atau D-need. Jika anda tidak memenuhi satu kebutuhan, berarti anda memiliki satu deficit, anda merasa perlu untuk memenuhinya. Namun, jika anda memenuhi semua yang anda butuhkan, anda tidak merasa defisit sama sekali. Dengan kata lain, kebuuhan tersebut berhenti memotivasi diri.
Maslow juga membahas tingkatan tersebut dalam prinsip homeostatis. Homeostatis adalah prinsip yang di gunakan untuk tungku thermostat anda ketika beroperasi : apabila terlalu dingin, akan berganti menjadi panas, tetapi ketika hari terlalu panas, panas switch off (mati) kemudian kembali kepada suhu yang sesuai. Dengan cara yang sama, tubuh anda saat ini berkerja
seperti ini, pada suatu saat anda lapar, maka anda akan berusaha memenuhi kebutuhan ini dengan makan, maka kebutuhan pun hilang dan rasa lapar berhenti. Maslow kemudian memperluas prisip homeostatis untuk berbagi kebutuhan, seperti keselamatan, perasaan mmiliki, dan penghargaan.
Maslow melihat semua kebutuhan ini sebagai kebutuhan dasar hidup. Demikian juga dengan cinta dan harga diri yang diperlukan untuk pemeliharaan kesehatan. Menurutnya, kita semua memiliki kebutuhan ini dan semuanya berasal dari genetis, seperti halnya naluri. Bahkan, dia menyebut naluriah sebagai kehidupan.
e. Aktualisasi Diri
Tingkatan terakhir dari kebutuhan dan agak sedikit berbeda adalah aktualisasi diri. Maslow menggunakan berbagai istilah untuk menyebutkan tingkatan ini. Maslow menyebutnya pertumbuhan motivasi (berbeda dengan definisi motivasi), karena kebutuhan aktualisasi diri adalah B-needs (B-being), berbeda dengan D-needs.Kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan atau homeostatis, tetapi melibatkan keinginan yang terus-menerus untuk memenuhi potensi, untuk menjadi semua yang kita bisa.
Dalam penelitiannya mengenai orang yang mencapai aktualisasi diri, Maslow menggunakan metode kualitatif yang disebut analisis biografi untuk mengetahui aktualisasi diri seseorang. Orang-orang yang mencapai aktualisasi diri juga memiliki cara yang berbeda berhubungan dengan orang lain. Mereka menikmati kesendirian, dan merasa nyaman dengan kesendiriannya, mereka juga menikmati hubungan pribadi dengan beberapa teman dekat dan anggota keluarga secara mendalam.

C. Hakekat Pandangan Tentang Manusia
Maslow memandang manusia dengan optimis, memiliki kecenderungan alamiah untuk bergerak menuju aktualisasi diri. Manusia memiliki kebebasan untuk berkehendak, memiliki kesadaran untuk memilih serta memiliki harapan. Meskipun memiliki kemampuan jahat dan merusak, tetapi bukan
merupakan esensi dasar dari manusia. Sifat-sifat jahat muncul dari rasa frustasi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar. Misalnya, ketika kebutuhan akan makanan tidak terpenuhi, maka ia akan mencuri supaya dapat makan.
Maslow percaya bahwa kesempurnaan manusia tidak akan tercapai, tetapi ia menyakini bahwa manusia mampu untuk terus tumbuh dan berkembang. Manusia mempunyai potensi untuk menjadi aktual, karena kebanyakan manusia akan berjuang dalam hidupnya untuk memperoleh makanan, rasa aman, ataupun cinta.
Teori maslow didasarkan kepada pandangan mengenai sejarah manusia sebagai hewan evolusioner yang terus berproses untuk tumbuh menjadi manusia yang sesungguhnya. Selama proses tersebut, secara berangsur-angsur manusia lebih termotivasi oleh metamotivasi dan B-values. Pada umumnya, perilaku manusia termotivasi oleh kebutuhan fisiologis dan rasa aman yang ditentukan oleh kekuatan dari luar, yang memposisikan perilaku aktualisasi diri manusia memiliki porsi yang lebih kecil. Individu dibentuk secara biologis (genetis) dan dipengaruhi lingkungan sosial. Ketika manusia mencapai aktualisasi diri, mereka mengalami sinergi yang baik antara kebutuhan biologis, sosial, dan aspek spiritual dalam dirinya.

D. Teknik yang Digunakan
Teknik yang digunakan oleh Abraham Maslow yaitu terapi. Menurut Maslow, tujuan terapi adalah agar klien memeroleh B-values, atau nilai kebenaran, keadilan, kesederhanaan, dan sebagainya. Untuk mencapai tujuan tersebut, klien harus bebas dari kebergantungan pada orang lain, supaya dorongan alami menuju pertumbuhan dan aktualisasi diri menjadi aktif. Meskipun Maslow bukan psikoterapis, dia menganggap bahwa teori kepribadiannya dapat diterapkan dalam psikoterapi.
Dalam konsep hierarki kebutuhan dinyatakan bahwa jika seseorang masih dapat bergerak pada level kebutuhan dasar (fisiologis) dan rasa aman melebihi yang lainnya, biasanya mereka tidak termotivasi untuk mencari
psikoterapis. Sebaliknya, mereka akan berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan akan perawatan dan kesamaan.
Kebanyakan manusia yang membutuhkan terapi adalah mereka yang memiliki kebutuhan tingkat ketiga. Tingkat kebutuhan ini biasanya dipenuhi dengan baik, tetapi masih kesulitan untuk mendapatkan kasih sayang. Karena itu, psikoterapi diarahkan kepada proses interpersonal yang hangat dan penuh kasih sayang. Dengan demikian, klien memperoleh kepuasan dalam memenuhi kebutuhan akan rasa cinta, memperoleh rasa percaya diri, dan penghargaan diri sendiri. Hubungan yang baik antara klien dan terapis merupakan pengobatan psikologis terbaik. Hubungan yang saling menerima akan memberikan perasaan patut dicintai dan memvasilitasi kemampuan mereka untuk mengembangkan hubungan nasihat diluar terapi.

E. Teknik Terapi Humanistik
Terapi eksistensial humanistik adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada klien. Karena teori ini mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap kekacauan, keniscayaan, keputusasaan manusia kedalam dunia tempat dia bertanggung jawab atas dirinya.
Teknik yang digunakan dalam terapi ini diantaranya :
a. Person Centered-terapy
Person centered therapy merupakan terapi yang di kembangkan oleh Carl R. Rogers pada tahun 1942. Ia memiliki pandangan dasar tentang manusia, yaitu bahwa pada dasarnya manusia itu bersifat positif, makhluk yang optimis, penuh harapan, aktif, bertanggung jawab, memiliki potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh belenggu masa lalu), dan berorientasi ke masa yang akan datang dan selalu berusaha untuk melakukan self fullfillment (memenuhi kebutuhan dirinya sendiri untuk bisa beraktualisasi diri).
Morse dan Watson (1977) mengungkapkan terapis client-centered juga harus memegang sikap menerima dan menganggap positif terhadap kliennya. Terapis juga harus memiliki keinginan yang terus menerus untuk
memahami dunia pribadi kliennya, dan dia harus berkomunikasi memahami dengan empati.
Ada sejumlah teknik tertentu yang membantu terapis dalam interaksi dengan klien. Salah satu teknik adalah dengan clarification of the client's feelings, dimana akan mencerminkan perasaan klien.
Teknik lain adalah simple acceptance, restatement of content, dan nondirective leads.
Simple acceptance: dimana terapis memngusahakan klien dapat menerima keterangan dari terapis, menambah komunikasi sebagai pemahaman secara empati dan hal positif tanpa syarat. Hal ini dapat dilakukan baik secara verbal dan nonverbal.
Restatement of content: untuk membantu pemahaman klien dari masalah yang mungkin membingungkan.
Nondirective leads: intinya jelas dalam awal terapi. Terapi membantu klien untuk mengembangkan topik dan untuk mengarahkan diskusi dalam situasi terapi.
b. Gesalt terapy
Terapi Gestalt dikembangkan oleh Frederick Perls adalah bentuk terapi eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu–individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka mengharap kematangan. Karena bekerja terutama di atas prinsip kesadaran, terapi Gestalt berfokus pada “apa“ dan “bagaimana” tingkahlaku dan pengalaman disini-dan sekarang dengan memadukan (mengintegrasikan) bagian-bagian kepribadian yang terpecah dan tidak diketahui.
Terapis Gestalt secara aktif menunjukkan bagaimana klien bisa dengan mudah lari dari saat sekarang dan memasuki masa lampau atau masa depan. Sasaran Perls adalah membantu orang-orang membuat hubungan dengan pengalaman-pengalaman mereka secara jelas dan segera ketimbang semata-mata berbicara tentang pengalaman-pengalaman itu. Jadi, jika klien mulai bicara tentang kesedihan, kesakitan, atau
kebingungan, terapis membuat usaha-usaha agar klien mengalami kesedihan, kesakitan, atau kebingungan itu sekarang. Pembicaraan tentang masalah hanya akan menjadi suatu permainan kata tak berakhir yang menjurus pada diskusi dan eksplorasi yang tidak produktif atas makna-makna yang tersembunyi. Itu adalah salah satu cara menolak pertumbuhan, juga suatu cara untuk menipu diri sendiri. Untuk mengurangi bahaya penipuan diri itu, terapis berusaha mengintensifkan dan memperkuat perasaan-perasaan tertentu.
Tidaklah tepat mengatakan bahwa para terapis Gestalt tidak menaruh perhatian pada masa lampau individu. Masa lampau itu penting apabila dengan cara tertentu berkaitan dengan tema-tema yang signifikan yang terdapat pada fungsi individu saat sekarang. Apabila masa lampau memiliki kaitan yang signifikan dengan sikap-sikap atau tingkah laku individu sekarang, maka masa lampau itu ditangani dengan membawanya ke saat sekarang sebanyak mungkin. Jadi, apabila klien bicara tentang masa lampaunya, maka terapis meminta klien agar membawa masa lampaunya itu ke saat sekarang dengan menjalaninya kembali seakan-akan masa lampau itu hadir pada saat sekarang.
Dalam terapi Gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup perasaan-perasaan yang tak terungkapkan. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan dibawa kepada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak terungkapkan itu.
Levitsky dan Perls menyajikan suatu uraian ringkas tentang sejumlah permainan yang bisa digunakan dalam terapi Gestalt, yang mencakup :
a. Permainan-permainan dialog,
b. Membuat lingkaran,
c. Urusan yang tak selesai
d. “saya memikul tanggung jawab”,
e. “saya memiliki suatu rahasia”,
f. Bermain proyeksi,
g. Pembalikan,
h. Irama kontak dan penarikan,
i. “ulangan”,
j. “melebih-lebihkan”,
k. “bolehkah saya memberimu sebuah kalimat?”
l. Permainan-permainan konseling perkawinan, dan
m. “bisakah anda tetap dengan perasaan ini?”
c. Logo Therapy
Frankl menyetujui konsep sigmund freud mengenai ketidaksadaran tetapi menganggap kemauan untuk lebih mendasar dari kesenangan. Perbedaan utama antara logotherapy dan psikoanalisis adalah bahwa Freud dan Adler fokus pada masa lalu, sementara logoterapi lebih berfokus pada masa depan. Logoterapi berarti terapi melalui makna dan mengacu pada pendekatan yang berorientasi pada spiritual Frankl untuk psikoterapi.
Frankl cenderung menekankan kemitraan antara klien dan terapis selama pencarian makna.
a. komitmen untuk berkomunikasi secara otentik dengan terapis
b. komunikasi terapis paling dasar menekankan kemanusiaan
c. perhatian utama terapis adalah menjadi seperti klien.
Teknik terapi untuk logo therapy adalah:
a. Paradoxial Intention
Klien didorong untuk melakukan sesuatu pada hal yang sangat ia takuti (mulai dari fobia hingga ke obsesif kompulsif). Teknik ini didasarkan pada kemampuan manusia untuk dapat memutus lingkaran setan, yaitu orang dengan neurosis psikogenik, seperti fobia, kecemasan, dan perilaku obsesif-kompulsif. Pada penerapan intensi paradoksial, terapis
mencoba, untuk memobilisasi dan memanfaatkan kapasitas ekslusif manusia. Pada kasus gangguan obsesif-kompulsif klien berperang melawan obsesi atau dorongan. Namun, semakin ia melawan, gejala tersebut justru semakin menjadi kuat, mengacu pada Guttmann, intensi paradoksial telah digunakan dengan meningkatkan frekuensi dengan hasil yang baik terutama dalam mengobati klien yang menderita fobia dan gangguan obsesif-kompulsif.
b. Dereflection
Teknik ini dibangun pada kapasitas self-distancing dan self-transcendence manusia. Klien diminta untuk mengarahkan perhatian mereka jauh dari masalah mereka ke aspek yang lebih positif dari kehidupan mereka.
c. Modification of attitudes
Digunakan untuk noogenic neurosis, depresi, dan kecanduan. Ini juga dapat digunakan dalam menghadapi penderitaan yang terkait dengan keadaan, nasib atau penyakit. Penekanannya pada pada reframing sikap dari negatif ke positif.
d. Analysis Transaksional
Analisis transaksional adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada kepribadian, komunikasi, dan relasi manusia atau hubungan interaksional. Analisis transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa orang mampu memahami keputusan-keputusan pada masa lalu dan kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk memilih dan, dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya.

F. Tujuan Pendekatan Humanistik
a. Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima keadaannya menurut apa adanya. “Saya adalah saya”.
b. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self actualization seoptimal mungkin.
c. Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses aktualisasi dirinya.
d. Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau menurut kondisi dirinya.

G. Kelebihan dan Kelemahan Teori Humanistik
1. Kelebihan Teori Humanistik
a. Selalu mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis, partisipatif-dialogis dan humanis.
b. Suasana pembelajaran yang saling menghargai, adanya kebebasan berpendapat, kebebasan mengungkapkan gagasan.
c. Keterlibatan peserta didik dalam berbagai aktivitas di sekolah, dan lebih-lebih adalah kemampuan hidup bersama (komunal-bermasyarakat) diantara peserta didik yang tentunya mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
2. Kelemahan Teori Humanistik
a. Teori humanistik tidak bisa diuji dengan mudah.
b. Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.
c. Psikologi humanistik mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis

BAB II
CASE STUDY

A. Biodata Klien
Nama: Udin
Usia: 34 Tahun
Status: Lajang
Pekerjaan: Karyawan
Agama: Islam
B. Latar Belakang Kasus
Udin (34 tahun) adalah pria mapan, ia sudah memiliki rumah, mobil, dan juga kekayaan yang berhasil dia dapatkan dengan usahanya sendiri. Karir Udin dalam dunia pekerjaan juga dibilang sangat memuaskan namun Udin tidak pernah bisa bergaul dengan baik sejak ia ditinggal meninggal oleh tunangannya yang bernama Anna (28 tahun) karena penyakit kanker.

C. Deskripsi Kasus
Udin (35 tahun) adalah anak tunggal dari keluarga yang cukup berada. Dari kecil ia didik untuk menjadi seorang pembisnis sehingga saat ia memasuki dunia kerja, tidak heran jika karir Udin melejit dengan cukup pesat. Saat usia Udin 32 tahun, Udin melamar Anna yang baru dikenalnya selama satu bulan di sebuah kafe. Pada awalnya Anna menolak Udin karena merasa Udin tidak mengenal Anna tetapi karena Udin tetap gigih, Anna akhirnya mengizinkan Udin mengenalnya dan dalam waktu satu bulan mereka bertunangan.
Pertunangan mereka ditentang keluarga Udin, terutama karena Anna tidak pernah membawa Udin untuk berkenalan dengan keluarga Anna atau mengizinkan Udin untuk mengantar Anna ke rumahnya. Anna juga suka sekali menghilang dan pada saat Anna tidak dapat dihubungi secara misterius, Udin hanya bisa menunggu Anna untuk kembali.
Suatu hari Anna akhirnya menceritakan mengenai keluarganya, bahwa Anna hanya tinggal bersama kakak dari Ibunya karena ibunya meninggal karena kanker dan ayah Anna pergi meninggalkannya untuk menikah dengan
orang lain. Anna juga mengenalkan Udin pada satu temannya dan dari temannya diketahui bahwa sebelumnya Anna juga pernah bertunangan namun pertunangan itu selesai dengan tiba-tiba, tidak ada yang tahu alasan sebenarnya kecuali Anna.
Menghilangnya Anna kali ini membuat Udin tidak tenang karena ia kini tahu bahwa Anna sebelumnya sudah pernah bertunangan maka saat Anna kembali, Udin langsung bertanya dia pergi kemana saja tapi Anna tidak menjawab dan benar saja Anna meminta putus darinya. Tentu saja Udin tidak menerimanya hingga membuat Anna menangis tapi Anna tidak menceritakan alasannya, pada akhirnya Anna tetap pergi begitu saja setelah meminta putus secara sepihak.
Keesokan harinya Udin menerima surat dari Anna yang dikirimkan oleh teman Anna. Kemudian teman Anna bercerita bahwa seperti ibunya, Anna juga mengidap kanker yang sudah parah, dan karena mengenal Udin, Anna ingin hidup tetapi semuanya terlambat. Tetapi setelah memaksa Anna diberikan kesempatan untuk dioperasi dengan kemungkinan 80:20 kalau Anna akan selamat. Anna mengambil kesempatan itu tapi pada akhirnya Anna meninggal dan meninggalkan surat untuk Udin yang berisikan bahwa Anna meninggalkan hatinya untuk Udin selamanya.
Ditinggalkan oleh Anna yang walau dikenalnya hanya beberapa bulan membuat karir Udin merosot begitu juga kemampuannya dalam bergaul dan hal itu sudah berlangsung selama 2 tahun.

D. Penanganan Kasus
Dalam kasus ini teknik pertama yang bisa digunakan adalah teknik psikoanalisa yaitu transferensi. Karena Anna bersikap misterius, ada hal-hal yang tidak sempat diungkapkan oleh Udin kepada Anna, maka Udin akan mengeluarkan segala emosi yang ia tekan selama ini pada konselor dan setelah Udin merasa sedikit lega, teknik berikutnya yang dapat digunakan yaitu teknik humanistik dengan pendekatan logo teraphy yaitu dengann modification attitude. Teknik modification attitude digunakan untuk noogenic neurosis,
depresi, dan kecanduan. Ini juga dapat digunakan dalam menghadapi penderitaan yang terkait dengan keadaan, nasib atau penyakit. Penekanannya pada reframing sikap dari negatif ke positif.
Udin yang mengalami depresi berat karena ditinggal meninggal oleh Anna akan diminta untuk menemukan sisi positif dari hal negatif yang ia alami. Terapis akan memposisikan diri sebagai Udin dan memberi tahu hal-hal positif yang telah ia lalui walau sudah tidak bersama Anna, memberitahu bahwa Anna meninggalkannya dengan harapan Udin tidak mengalami depresi dan juga bahwa walau mereka hanya mengenal sebentar tetapi Udin sudah berhasil membuat Anna berani menghadapi penyakitnya.
Dengan memberitahu hal-hal positif tersebut, depresi yang dialami Udin akan menurun dan akhirnya Udin dapat kembali merintis karirnya yang sempat menurun dan kembali bergaul dengan teman-temannya.

DAFTAR PUSTAKA
http://nurfadiyah.blogspot.co.id/2016/04/teknik-terapi-humanistik.html
http://bk11unmul.blogspot.co.id/2012/11/makalah-teori-humanistik.html
http://anggindee.blogspot.co.id/2016/04/tenik-teknik-terapi-humanistik.html
http://psiervianto.blogspot.co.id/2013/05/psikologi-konseling-terapi-gestalt.html

posted under | 0 Comments

Psikologi Eksperimen


Topik     : Suhu Tinggi
Masalah : Apakah suhu tinggi menyebabkan perilaku agresif?

Hipotesis
·         Hipotesis Ilmiah
Hipotesis Umum               : Suhu tinggi menyebabkan perilaku agresif
Hipotesis Eksplisit            : Subjek yang diberikan suhu ruangan yang tinggi akan memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dibandingkan subjek yang tidak diberikan suhu ruangan tinggi.
·         Hipotesis Statistik
Ha             : Subjek yang diberikan suhu ruangan yang lebih tinggi akan memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi secara signifikan daripada subjek yang tidak diberikan suhu ruangan yang tinggi.
H0             : Subjek yang diberikan suhu ruangan yang lebih tinggi akan memiliki perilaku agresif yang tidak berbeda secaa signifikan dengan subjek yang tidak diberikan pelatihan keterampilan origami.
Variabel
·         Variabel Bebas    : Suhu tinggi
- Variasi                 : Ada-Tidak ada, yaitu subjek diminta untuk memasuki  ruangan dengan tertutup dengan ac yang tidak menyala tidak memasuki ruangan yang tidak ber-ac.
-Manipulasi           : Manipulasi kejadian, dengan cara memasuki ruangan yang tertutup dan tidak ber-ac pada pukul 12.00 s/d 13.30 WIB pada suatu kelompok subjek, dan tidak memasuki ruangan yang tidak ber-ac pada kelompok lain.
·         Variabel Terikat  : Perilaku agresif
-Jenis Pengukuran : Perilaku yang tampak.
-Cara pengukuran   : Observasi, yaitu dengan membuat daftar berupa rancangan observasi yang berisikan aspek atau dimensi dari agresif yang akan diamati selama satu jam tiga puluh menit baik diruangan dengan ac yang tidak menyala ataupun ac yang menyala.
·         Variabel Sekunder :
·         Jenis kelamin (dikontrol dengan teknik blocking, yaitu jumlah laki-laki dan perempuan sama pada setiap kelompok).
·         Tingkat pendidikan (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu memilih subjek dengan tingkat pendidikan yang sama).
·         Usia subjek (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu memilih subjek dengan kisaran usia yang sama).
·         Pakaian (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu subjek diberikan pakaian berwarna hitam lengan panjang sebelum memasuki ruangan).
·         Makanan (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu subjek diberikan makanan dan minuman dengan menu, dan porsi yang sama).
·         Status sosial ekonomi (dikontrol dengan teknik randomisasi, yaitu secara acak memasukkan subjek ke dalam KE dan KK).
·         Waktu untuk memasuki ruangan (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu lamanya waktu pelatihan origami sama bagi semua subjek).
·         Peralatan menonton (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu menggunakan laptop, infocus, jenis film, speaker, whiteboard, dengan ukuran dan jenis yang sama).
·         Film yang akan ditonton (diontrol dengan teknik konstansi, yaitu menonton film yang sama bagi seluruh subjek.
·         Kegiatan relaksasi lain (dikontrol dengan teknik konstansi, yaitu semua subjek tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan relaksasi lain selama pelatihan).
Tipe dan Desain Penelitian
·         Tipe Penelitian      : Controlled Laboatory Experiment.
·         Desain Penelitian  : Desain 2 kelompok (desain antar kelompok)->  randomnized blocked two-group design
Perencanaan Penelitian
·         Subjek       : Siswa SMP yang duduk di kelas VIII yang berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Jumlah subjek yang dibutuhkan adalah 40 orang dengan jumlah laki-laki dan perempuan masing-masing 20 orang.
·         Peralatan   : Lembar rancangan observasi, infocus, speaker, laptop, pakaian hitam lengan panjang, white board, film bergenre sejarah.
·         Prosedur    :
·    -     20 eksperimenter yang akan dibagi menjadi dua kelompok untuk mengamati dari luar ruangan KE dan KK serta mengamati selama observasi berlangsung. Para observer akan mengamati dua subjek sekaligus.
·     -    40 siswa subjek diperoleh dari hasil pengundian  dari seuruh siswa kelas VIII suatu SMP dengan jumlah masing-masing subjek laki-laki dan perempuan berjumlah genap.
·    -     Setelah memperoleh 40 subjek, subjek diminta untuk memberitahu ukuran pakaian mereka (S,M,L,XL, XXL, dll).
·      -   Kemudian dilakukan pengundian untuk memasukkan subjek laki-lak dan perempuan ke dalam dua kelompok (KE dan KK), sehingga kedua kelompok terdiri dari subjek laki-laki dan perempuan dengan jumlah yang sama.
·      -   Subjek pada kelompok KE dan KK diberikan kaos lengan panjang dengan bahan yang sama dan ukuran yang sebelumnya telah dipesan.
·         - Subjek KE dan KK diberi makan siang serta minuman sebelum memasuki ruangan.
·        -  Subjek kelompok KE diminta untuk menonton film sejarah selama 1 jam 30 menit diruangan yang tertutup dengan ac yang dimatikan pada pukul 12.00 sampai dengan 13.30 WIB.
·      -   Subjek KK diminta untuk menonton film sejarah yang sama selama 1 jam 30 menit diruangan dengan ac yang menyala pada pukul 12.00 sampai dengan 13.30
·       -  Para eksperimenter akan berada di luar ruangan tempat KE dan KK berada dengan membawa lembar observasi dan pulpen untuk memberi tanda serta mennulis catatan mengenai perilaku agresif yang tampak.
·        - Hasil yang dimiliki oleh para eksperimenter yang berada di ruangan tempat KE dan KK berada akan dibuat tabel hasil observasi secara terpisah dimana dalam tabel itu akan dibuat tabel yang berisi kesimpulan selama observasi berlangsung.

Komunikasi Organisasi dan Komunikasi Manajemen



A.    Definisi Komunikasi Organisasi dan Komunikasi Manajemen
Menurut Wiryanto (2005) komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi.
Menurut Goldhaber (1986), komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah.
Menurut Katz dan Kahn, komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di dalam suatu organisasi.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan pertukaran informasi dan pemindahan arti dalam suatu jaringan hubungan yang saling bergantung satu sama lain dalam kelompok formal maupun informal dalam suatu organisasi.
Menurut Antar Venus, manajemen komunikasi adalah proses pengelolaan sumber daya komunikasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pertukaran pesan yang terjadi dalam berbagai konteks komunikasi. Konteks komunikasi yang dimaksud disini berarti tataran komunikasi individual, interpersonal, organisasional, governmental, sosial, atau bahkan internasional.
Menurut Cultip (2007) manajemen komunikasi adalah proses timbal balik (resiprokal) pertukaran sinyal untuk memberi informasi, membujuk atau memberi perintah, berdasarkan makna yang sama dan dikondisikan oleh konteks hubungan para para komunikator dan konteks sosialnya.
Menurut Parag Diwan (1999), Manajemen komunikasi adalah proses penggunaan berbagai sumber daya komunikasi secara terpadu melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan unsur-unsur komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen komunikasi adalah proses pengelolaan sumber daya atau proses timbale balik dan penggunaan berbagai sumber daya kommunikasi untuk mengingkatkan kualitas dan efektivitas berdasarkan makna yang sama dan dikondisikan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

B.     Aspek-aspek Komunikasi Organisasi
Pace dan Faules (2002:553) mengatakan komunikasi organisasi meliputi aspek-aspek, yaitu:
1.      Peristiwa komunikasi, berkaitan dengan seberapa jauh informasi diciptakan, ditampilkan, dan disebarkan ke seluruh bagian dalam organisasi.
2.      Iklim Komunikasi Organisasi. Pace dan Faules (2002:149) mengatakan iklim komunikasi organisasi terdiri dari persepsi-persepsi atas unsur-unsur organisasi dan pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap komunikasi. Pengaruh ini didefinisikan, disepakati, dikembangkan, dan dikokohkan secara berkesinambungan melalui interaksi dengan anggota organisasi lainnya. Dalam melakukan interaksi, pimpinan organisasi sebagai seorang komunikator harus dapat memilih metode dan teknik komunikasi yang disesuaikan dengan situasi pada waktu komunikasi dilancarkan sehingga tercapai kepuasan atas komunikasi atau tercipta iklim komunikasi organisasi yang menyenangkan. Iklim komunikasi merupakan citra makro bagi organisasi.
3.      Kepuasan Komunikasi Organisasi. Redding (dalam Pace dan Faules, 2002:164) mengungkapkan bahwa istilah kepuasan komunikasi digunakan untuk menyatakan keseluruhan tingkat kepuasan yang dirasakan pegawai dalam lingkungan total komunikasinya.

C.    Dimensi-Dimensi Komunikasi dalam Kehidupan Organisasi
  1. Komunikasi internal.
Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dengan bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berwujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi kelompok. Juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer maupun sekunder (menggunakan media nirmassa). Komunikasi internal dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.       Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi, dll kepada bawahannya. Sedangkan bawahan memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduan-pengaduan, dsb. kepada pimpinan.
b.      Komunikasi horizontal atau lateral, yaitu komunikasi antara sesama seperti dari karyawan kepada karyawan, manajer kepada manajer. Pesan dalam komunikasi ini bisa mengalir di bagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir antarbagian. Komunikasi lateral ini memperlancar pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah. Hal ini membantu organisasi untuk menghindari beberapa masalah dan memecahkan yang lainnya, serta membangun semangat kerja dan kepuasan kerja.
2.      Komunikasi eksternal.
Komunikasi eksternal organisasi adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak di luar organisasi. Pada organisasi besar, komunikasi ini lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat dari pada pimpinan sendiri. Yang dilakukan sendiri oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang ianggap sangat penting saja. Komunikasi eksternal terdiri dari jalur secara timbal balik:
a. Komunikasi dari organisasi kepada khalayak. Komunikasi ini dilaksanakan umumnya bersifat informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan, setidaknya ada hubungan batin. Komunikasi ini dapat melalui berbagai bentuk, seperti: majalah organisasi; press release; artikel surat kabar atau majalah; pidato radio; film dokumenter; brosur; leaflet; poster; konferensi pers.
b. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan dan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi.

D.    Fungsi-fungsi Komunikasi Organisasi
Conrad (dalam Tubbs dan Moss, 2005) mengidentifikasikan tiga fungsi komunikasi organisasi sebagai berikut:
1. Fungsi perintah berkenaan dengan angota-anggota organisasi mempunyai hak dan kewajiban membicarakan, menerima, menafsirkan dan bertindak atas suatu perintah. Tujuan dari fungsi perintah adalah koordinasi diantara sejumlah anggota yang bergantung dalam organisasi tersebut.
2. Fungsi relasional berkenaan dengan komunikasi memperbolehkan anggota-anggota menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif hubungan personal dengan anggota organisasi lain. Hubungan dalam pekerjaan mempengaruhi kinerja pekerjaan (job performance) dalam berbagai cara.
3. Fungsi manajemen ambigu berkenaan dengan pilihan dalam situasi organisasi sering dibuat dalam keadaan yang sangat ambigu. Komunikasi adalah alat untuk mengatasi dan mengurangi ketidakjelasan (ambiguity) yang melekat dalam organisasi. Anggota berbicara satu dengan lainnya untuk membangun lingkungan dan memahami situasi baru, yang membutuhkan perolehan informasi bersama.
Sendjaja (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:
  1. Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
  2. Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu:
a.       Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya.
b.      Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
  1. Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
  2. Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu:
a.       Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi.
b.      Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.

E.     Bentuk-bentuk Komunikasi
Pada dasarnya komunikasi di dalam organisasi, terbagi kepada tiga bentuk:
1.      Komunikasi vertikal
Bentuk komunikasi ini merupakan bentuk komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah dan sebaliknya. Artinya komunikasi yang disampaikan pimpinan kepada bawahan, dan dari bawahan kepada pimpinan secara timbal balik.
2.      Komunikasi horizontal
Bentuk komunikasi secara mendatar, diantara sesama karyawan dsbnya. Komunikasi horizontal sering kali berlangsung tidak formal. Fungsi komunikasi horizontal/ke samping digunakan oleh dua pihak yang mempunyai level yang sama. Komunikasi ini berlangsung dengan cara tatap muka, melalui media elektronik seperti telepon, atau melalui pesan tertulis.
3.      Komunikasi diagonal
Bentuk komunikasi ini sering disebut juga komunikasi silang. Berlangsung dari seseorang kepada orang lain dalam posisi yang berbeda. Dalam arti pihak yang satu tidak berada pada jalur struktur yang lain. Fungsi komunikasi diagonal digunakan oleh dua pihak yang mempunyai level berbeda tetapi tidak mempunyai wewenang langsung kepada pihak lain.

F.     Proses Komunikasi dalam Organisasi
Griffin (2003) membahas komunikasi organisasi mengikuti teori management klasik, yang menempatkan suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan efisiensi Adapun prinsip-prinsip dari teori management klasikal adalah sebagai berikut:
a.       Kesatuan komando– suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu atasan
b.      Rantai skalar– garis otoritas dari atasan ke bawahan, yang bergerak dari atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi.
c.       Divisi pekerjaan– manegement perlu arahan untuk mencapai suatu derajat tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi dengan suatu cara efisien.
d.      Tanggung jawab dan otoritas– perhatian harus dibayarkan kepada hak untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu ketepatan keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus dicapai.
e.       Disiplin– ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dan tanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui.
f.   Mengebawahkan kepentingan individu dari kepentingan umum– melalui contoh peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terus-menerus.
Griffin menyadur tiga pendekatan untuk membahas komunikasi organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah sebagai berikut:
1.      Pendekatan sistem.
Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) menganggap struktur hirarkhi, garis rantai komando komunikasi, prosedur operasi standar merupakan mungsuh dari inovasi. Ia melihat organisasi sebagai kehidupan organis yang harus terus menerus beradaptasi kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde untuk mempertahankan hidup. Pengorganisasian merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Weick meyakini organisasi akan bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak kebebasan (free-flowing) dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada situasi yang mengacaukan, manajer harus bertumpu pada komunikasi dari pada aturan-aturan.
2.      Pendekatan budaya.
Asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia bertindak tentang sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang sesuatu itu. Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli teori dan ethnografi, peneliti budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan organisasi. Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup (way of live) bagi para anggotanya, membentuk sebuah realita bersama yang membedakannya dari budaya-budaya lainnya.
Pacanowsky dan para teoris interpretatif lainnya menganggap bahwa budaya bukan sesuatu yang dipunyai oleh sebuah organisasi, tetapi budaya adalah sesuatu suatu organisasi. budaya organisasi dihasilkan melalui interaksi dari anggota-anggotanya. Tindakan-tindakan yang berorientasi tugas tidak hanya mencapai sasaran-sasaran jangka pendek tetapi juga menciptakan atau memperkuat cara-cara yang lain selain perilaku tugas ”resmi” dari para karyawan, karena aktivitas-aktivitas sehari-hari yang paling membumi juga memberi kontribusi bagi budaya tersebut.
Pendekatan ini mengkaji cara individu-individu menggunakan cerita-cerita, ritual, simbol-simbol, dan tipe-tipe aktivitas lainnya untuk memproduksi dan mereproduksi seperangkat pemahaman.
3.      Pendekatan kritik.
Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini, menganggap bahwa kepentingan-kepentingan perusahaan sudah mendominasi hampir semua aspek lainnya dalam masyarakat, dan kehidupan kita banyak ditentukan oleh keputusan-keputusan yang dibuat atas kepentingan pengaturan organisasi-organisasi perusahaan, atau manajerialisme. Bahasa adalah medium utama dimana realitas sosial diproduksi dan direproduksi.

G.    Hambatan-hambatan Komunikasi Organisasi
Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkan komunikasi tidak efektif yaitu adalah (1992,p.10-11) :
1.      Status effect
Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.
2.      Semantic Problems
Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi keledai.
3.      Perceptual distorsion
Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya.
4.      Cultural Differences
Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan, agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.
5.      Physical Distractions
Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.
6.      Poor choice of communication channels
Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas.
7.      No Feed back
Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer.
Berikut ini adalah macam-macam hambatan dalam organisasi yaitu :
1.      Hambatan dari Proses Komunikasi yaitu hambatan yang timbul dari ketidak jelasan informasi yang akan disampaikan.
2.      Hambatan Fisik yaitu hambatan yang terjadi akibat ada gangguan cuaca, gangguan sinyal, dsb
3.      Hambatan Semantik yaitu hambatan yang terjadi akibat pemahaman yang sedikit mengenai bahasa dan istilah-istilah asing yang digunakan dalam informasi atau pesan
4.      Hambatan Psikologis yaitu hambatan yang berasal dari gangguan kondisi kejiwaaan dari si pengirim pesan atau penerima pesan sengingga mengakibatkan informasi tersebut mengalami perubahan
5.      Hambatan Manusiawi yaitu hambatan yang terjadi akibat tingkat emosi manusia yang tidak menentu dalam menyikapi informasi atau pesan
6.      Hambatan Organisasional yaitu tingkat hirarkhi, wewenang manajerial dan spesialisasi yaitu hambatan yang timbul akibat komunikasi dengan atasan atau bawahan mengalami kendala seperti tingkat pemahaman terhadap suatu informasi yang berbeda yang mengakibatkan sebuah hambatan.
7.      Hambatan-hambatan Antar Pribadi yaitu hambatan yang timbul antar pribadi didalam sebuah organisasi, biasanya hambatan ini muncul karena adanya salah paham antar pribadi yang menyangkut masalah tugas dan wewenang dari orang yang ada dalam organisasi

DAFTAR PUSTAKA

Newer Posts Older Posts Home

Social Profiles

TwitterFacebookGoogle PlusLinkedInEmail

Info

Lorem ipsum no has veniam elaboraret constituam, ne nibh posidonium vel.
Powered by Blogger.

Popular Posts

Followers


Recent Comments